ceritanya bercerita
Memang benar, tak pernah ada cerita yang pasti dalam hidup.
Kadang-kadang, memang kita ingin mencoba beberapa cara untuk mengetahui sekedar
sepotong cerita tentang masa depan kita. Namun, kadang lainnya aku merasa heran
dengan keinginan semacam itu. Tidakkah kita ingin menikmati debaran jantung
yang menyongsong sebuah cerita yang tak pernah pasti itu? Apa yang membuat
permainan dadu seru? Ketidakpastian akan angka yang akan bergulir dari dadunya
dan ketidakkuasaan kita untuk menentukannya.
Pelan-pelan, aku melihat bahwa hal-hal yang terjadi dalam
hidupku adalah sebuah sarang laba-laba besar. Layaknya sarang laba-laba pada
umumnya, benang-benang itu tidak putus, melainkan terbentang dalam satu helai
panjang, tentu saja karena dipintal dari satu sumber yang sama. Bentuknya—entah
apa pun itu—selalu
memungkinkan terciptanya jalan pintas untuk mendatangi beribu titik yang pernah
dilewati si pemintal dengan sangat mudah tanpa harus meniti kembali sepanjang
benang yang telah terpintal. Hanya ada satu kata: canggih. Tambah satu lagi
boleh deh, indah.
Intinya (maaf kalau ternyata tidak nyambung dengan analoginya), tidak pernah ada kebetulan. Sama
sekali tidak pernah ada. Semuanya yang kujalani sekarang adalah konsekuensi
dari hal-hal yang terjadi di masa laluku, sehingga itu nantinya juga akan
menimbulkan konsekuensi lainnya yang juga sangat relevan di masa yang akan
datang. Yak, itu teori yang kuyakini sebagai sebuah penjelasan akan ketiadaan
kebetulan itu. Meski begitu, kalimat itu tadi semacamnya perlahan menjadi bukan
lagi teori. Kenyataannya, itu masuk akal juga. Jika dirunut dengan cermat, aku
bisa senyum-senyum sendiri atau bahkan terbahak ketika menyadari bahwa ini dan
itu ternyata berhubungan erat. Bahwa aku sering sekali dikerjai kenyataan. Dan
aku sering kali senang dikerjai kenyataan.
Dulu pernah rilis sebuah film yang mengusung dua kalimat
yang jadi populer, yakni God is an
architecht dan God is a director.
Pernah ada yang menanyaiku, “Kamu lebih setuju sama kalimat yang mana?”
Seingatku, aku menjawab, “God is an
architecht.” Jika menelusuri kemungkinan alasannya, aku pikir hobiku
menonton acara flora dan fauna di televisilah yang menyebabkan jawaban itu
meluncur keluar dari mulutku. Setelah beberapa tahun pindah tinggal dan hidup
tanpa televisi dan acara flora fauna, jawabanku ternyata berubah. God is still an architecht. A multi-talented
one. He even could direct many wonderful whole-life-time plays. Jawaban ini
muncul bukan karena sekarang aku kenal lebih banyak orang yang menekuni dunia
teater. Tapi, karena aku telah direkrut jadi pemain teater zaman (ini
istilahnya mbak Dewi Lestari) sejak 20 tahun yang lalu dan aku baru sadar
beberapa tahun belakangan.
Bedanya Sutradara
yang satu ini dengan lumrahnya sutradara ialah mekanisme pentasnya. Di teater
kebanyakan, proses yang harus dilalui aktor menuju pentas selalu meliputi
berbagai macam kegiatan persiapan di luar panggung. Kalau di teater yang sedang
kulakoni ini, segala macam prosedur proses dilakukan di atas panggung. Ckckck…
bisa-bisanya. Perbedaan paling mencolok sekaligus menohok dari keduanya ialah
yang satu ini, perhatikan : di teater pada umumnya, aktor mengetahui,
memahami, dan hafal isi naskah, sementara di teater yang tak lazim ini
naskahnya rahasia. RAHASIA. Bukan main,
Dia mau buat pentas macam apa coba? Bisa bayangkan nasib aktor-aktornya? Tidak
perlu dibayangkan, dirasakan saja sendiri. Pasti mengerti.
Kadang-kadang,
aku protes pada jalan cerita yang tidak sesuai dengan idealku tentang sebuah
cerita. Tapi, menurut seorang temanku yang menekuni teater, “Aktor adalah tanah
liat dan sutradara adalah senimannya. Jadi, biarkan seniman itu yang membentuk
tanah liatnya menjadi bentuk apa pun.” Tapi (lagi), ternyata Sutradaraku ini
tetap tidak terima pakai jalan lumrah seperti kata temanku itu tadi. Meskipun
naskah besarnya dirahasiakan, Dia memberi kesempatan pada aktornya untuk
menentukan jalan cerita bersama. Dia memang membingungkan.
Jika jalan
ceritanya sedang menyenangkan, aku memainkan peranku sebaik-baiknya. Sungguh.
Jika jalan ceritanya ruwet, aku bisa kebingungan sendiri mau beraksi apa supaya
pentas ini tetap menarik untuk ditonton. Jika jalan ceritanya bundet, tragis, miris, lalu di ujung
berubah jadi tenang dan membuatku tidak bisa menahan senyum, aku tinggal
bilang, “Sialan, aku dikerjai lagi.” Bersamaan dengan itu biasanya aku
membayangkan Sutradaraku itu cengengesan
puas.
Itu sedikit
cerita tentang pekerjaanku saat ini setelah aku direkrut dengan semena-mena
sekaligus penuh cinta untuk jadi aktor teater zaman. Naskah yang kumainkan
memang selalu rahasia dan aku berharap akan tetap selalu begitu. Hitung-hitung,
lebih seru. Singkat kata, aku mau pamit dulu, sudah waktunya melanjutkan
pentas.
Sut (panggilannya
si Sutradara), berhubung Kamu sutradara, ada kalimat keren nih, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu (lagi-lagi tidak nyambung). Ayo main lagi!
badai sejuk 11,12,13 Agustus 2012
masih dalam rangka mencari maksud 3 hari dikerjai
masih dalam rangka mencari maksud 3 hari dikerjai
tenang buk yaaa. hahahaha... kalo aktor sama sut.nya ngga senada memang suka susah. cobalah untuk tenang. kalo emang rahasia, dan km belum tahu memerankan apa, aggap saja km sedang berperan menjadi angin. dan manfaatkan waktu ini untuk fokus dari dalam. bentuk dirimu sendiri sebelum 'dibentuk' sut. :) tahu kan ciri-ciri angin? fleksibel. kadang ganas, kadang lembut. Belajarlah untuk menjadi angin topan dimana, jadi angin sepoi-sepoi kapan...seperti itu kira-kira.
BalasHapusSaya pernah mendengar istilah tanah liat tanah liat itu. menurut saya, tidak ada seniman sama sekali. mau itu si sut atau si aktor. sama sekali tidak ada. Menurut saya yang pantas disebut seniman hanya Putri Maha Kuasa, atau Tuhan.
Itu sebabnya, selama latihan atau sebelum pentas, selalu berdoa. minta ijin untuk menjadi media kesenimanan dari Tuhan.
Doa-mu terserah mau apa dan bagaimana. mantra ciptaan sendiri atau hapalan. yg penting itu dari hati, bukan pikiran.
semangat ya :)
lakukan dg senang bukan karena tekanan... dan semuanya akan baik-baik saja...
salam hangat, ley.
hahahaha.....makasih mbak ley :)
BalasHapusini adalah sebuah tulisan yang penuh syukur sebenarnya, ditulis dengan hati riang gembira dan tak menyesali apa pun. hidup ini indah. :)
berarti aku, sebagai pembaca, yang sedang tidak tenang(--__--")
BalasHapusmungkin karena aku sedang tidak riang gembira.
sama-sama :)
hahahahaha.....nggak papa. ketidaktenangan itu tandanya kita hidup dan masih mencari kan? :) hehehe....selamat mencari :)
BalasHapus