si Yusuf
Santo Yusuf yang menjaga keluarga Nazaret
kau menjaga Bunda Kudus juga Yesus Penebus
sudilah doakan kami pada Yesus anakmu
dan lindungilah selalu kami sekeluarga
kau menjaga Bunda Kudus juga Yesus Penebus
sudilah doakan kami pada Yesus anakmu
dan lindungilah selalu kami sekeluarga
Lagu di atas
adalah satu dari sedikit lagu yang mengisahkan seorang tokoh dalam kisah
penyelamatan umat Kristen, Yusuf (kadang-kadang juga disebut Yosef). Semua
versi kisah kelahiran Yesus selalu menyebutkan bahwa laki-laki ini ialah
tunangan dari seorang gadis bernama Maria yang kala itu kena jackpot untuk menjadi ibu yang dikenal
oleh manusia di seluruh dunia. Ibu luar biasa.
Nah, uniknya
adalah kita mengerti faktanya bahwa ada tiga orang yang terlibat langsung dalam
kisah kelahiran Yesus itu: Yesus, ibu-Nya, dan bapak-Nya. Tapi, tidak
dipungkiri bahwa dua orang di antara mereka jauh lebih populer ketimbang satu
sisanya. Siapa lagi kalau bukan si Yusuf yang harus berdiri di balik layar dan
tak terlalu banyak menikmati namanya disebut-sebut dalam doa umat Kristiani di
masa-masa sesudah ia hidup. Hebatnya lagi, namanya berhenti disebut dalam kitab
suci setelah Yesus memulai perjalanannya mengajar banyak orang. Nasib si Yusuf
tak diketahui lagi setelahnya. Meninggalkah ia? Ataukah ia meninggalkan
Keluarga Kudus?
Dulu,
pertanyaan-pertanyaan semacam itu sempat mampir di pikiran saya. Jika
diingat-ingat, saya pernah menanyakannya pada ibu saya, tapi saya lupa apakah
ia mampu menjawabnya. Si Yusuf memang sering terlupakan juga oleh saya, namun
ketika pertama kali saya diajari menyanyikan lagu di atas oleh guru saya ketika
kelas 5 SD, saya sungguh terkesan. Oh…begini citranya, itu yang melintas di
kepala saya waktu itu. Sebelumnya, saya tak pernah tahu manusia macam apa si
Yusuf ini. Cukup mengetahui bahwa ia adalah suaminya Maria dan bapaknya Yesus,
saya tak pernah mencari tahu apakah Yusuf ini introvert, atau ceria, atau
pemalas, atau pelupa, atau baik hatinya.
Beberapa waktu
belakangan ini, si Yusuf kembali menyambangi pikiran saya. Setelah saya
pikir-pikir, saya renung-renung, saya tebak-tebak…saya menemukan sebuah frase
untuk mendeskripsikan si Yusuf : menggetarkan
hati. Entah bagaimana saya bisa tiba pada temuan semacam itu. Saya hanya
mencoba membayangkan perasaan hati si Yusuf ketika ia memulai karirnya dalam kisah
penyelamatan umat manusia.
Hidup sebagai
seorang laki-laki biasa yang bekerja sebagai tukang kayu dan sudah bertunangan
dengan gadis sederhana pula, hidup seharusnya tetap baik-baik saja untuknya.
Akan tetapi, ketika malaikat Gabriel mendatangi gadis tunangannya, bubarlah
semua impian untuk hidup tenang. Tiba-tiba ia harus menghadapi bahwa gadisnya
itu telah hamil duluan. Maria, diceritakan dalam kitab suci, menerima itu semua
dengan kalimat sakti ikon kepasrahannya, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.”
Tapi, tak pernah ada yang menceritakan bagaimana Yusuf menerima hal yang
sama. Mungkin, Yusuf harus menghilangkan prasangka bahwa Maria jangan-jangan
telah lebih dulu berhubungan dengan laki-laki lain dan memaksa logikanya
menerima penjelasan tentang bayi dalam kandungan tunangannya itu ialah anak
dari Roh Kudus.
Tak seperti kisah cinta lainnya, ungkapan cinta si Yusuf
jarang sekali didramatisir. Satu-satunya bukti cintanya yang terlihat dramatis
ialah ketika ia mengantarkan Maria mengelilingi banyak penginapan, mencoba
mencari tempat untuk bersalin. Tak berhasil ternyata. Akhirnya kandang ternak
pun dibuat layak untuk menjadi calon tempat ziarah umat beriman di kemudian
hari. Sebelum dan setelah peristiwa itu, si Yusuf sebenarnya telah melakukan
banyak hal heroik lainnya. Bolak-balik ia didatangi malaikat dalam mimpi. Ia
diperingatkan dan diperintahkan untuk membawa Maria dan Yesus (baik ketika
dalam kandungan maupun ketika sudah lahir) pindah ke berbagai tempat.
Dari sedikit sekali sumber kisah tersebut, saya mendapati
bahwa si Yusuf ini ialah seorang—tak ada kata lain—bapak. Mungkin ia tak
pernah memperkirakan bahwa istri dan anaknya itu suatu hari nanti akan dibuat
replikanya dan berdiri di gedung gereja seluruh dunia. Dengan semua
kesederhanaan yang ia punya, si Yusuf menjalankan segala tanggung jawabnya
sebagai bapak. Ia (mungkin) tak mempersoalkan seberapa terkenalnya ia di
kalangan orang-orang yang memuja dan menghujat anak laki-lakinya. Tak kalah
dari Maria, Yusuf ialah juga seorang yang patut diteladani keikhlasan hatinya.
Mungkin karena si Yusuf ini tak pernah diceritakan sedang
mengatakan kalimat apa pun, saya membayangkan ia adalah seorang yang pendiam.
Ia bicara lewat keheningannya, lewat tindakannya. Hebatnya, hal yang ia katakan
ialah cinta yang teramat besar dan mampu ia sederhanakan tidak dalam kata.
Memang keren si Yusuf ini. Maka, saya merasa makin tepatlah frase yang saya
sandangkan untuknya: menggetarkan hati.
Komentar
Posting Komentar