lawas


Beberapa malam yang lalu saya menonton sebuah acara penampilan beberapa grup band di kantin kampus saya. Senang juga rasanya bisa bergoyang sedikit sambil menyaksikan mereka bermain musik. Akhirnya saya nonton band-band-an lagi.

Acara itu dijuduli “Flashback#2”. Ceritanya, sudah pernah dibuat #1-nya sekitar dua tahun lalu. Usut punya usut, nama ‘Flashback’ dibubuhkan untuk acara ini sebab para penampilnya ialah sejumlah grup band legendaris yang pernah berjaya di jagad musik Universitas Sanata Dharma dalam kurun waktu sekian tahun yang lalu. Oleh karena itu, adalah sebuah keniscayaan bahwa begitu banyak wajah yang tak lagi muda berkerumun di kantin kampus saya ini.

Sambil komat-kamit melantunkan lirik lagu rock Indonesia lawas yang dikumandangkan oleh sebuah band bernama Ronggo Warsito, hati saya tergelitik. Tersenyum saya memandangi personil grup band itu yang mungkin sudah pantas jadi bapak. Ah, peduli amat pada usia. Rasa-rasanya semuanya kembali muda dan segar karena menikmati permainan musik mereka sendiri. Makin lebar senyum saya ketika mencermati para penonton yang meneriakkan lirik-lirik yang pasti sudah sejak dulu mereka hapal. Mungkin sejak lagu itu sedang nge-hits untuk pertama kalinya. Ya, orang-orang lawas membawakan lagu-lagu lawas.

Setelah band yang satu ini mundur, saya pun menarik diri dari kerumunan penonton untuk mengistirahatkan kepala yang sudah mulai agak berputar rasanya. Sambil menikmati udara dingin di pinggir lapangan, saya masih bisa menonton aksi panggung dan aksi penonton yang sama menariknya. Perhatian saya teralih pada seorang gadis kecil berjaket merah muda. Sejumlah orang dewasa yang bahkan untuk teman-teman seusia saya masih terasa sangat mengerikan mengelilinginya dengan gembira. Saya pikir si gadis kecil akan menangis takut. Nyatanya, ia juga menyambut teman-teman ayah dan ibunya itu dengan tawa gembira. Disingkapnya hood jaket merah muda itu dan tampaklah kepalanya yang gundul. Ia pun mulai menirukan gaya seseorang di sampingnya yang juga mulus batok kepalanya: mengelus-elus kepala. Tak ketinggalan tawa puasnya. Menggemaskan sekali.

Malam itu semua orang ‘tua’ itu bertingkah seakan lupa usia. Seakan masih remaja tubuh dan pikirannya. Tak perlu ada yang protes. Untuk malam itu semuanya sah-sah saja. Jika selama ini waktu yang membawa mereka untuk terus melangkah maju, mengapa tak boleh untuk sekali ini mereka bersama-sama menghentikan waktu yang selalu saja tak pernah mau diajak kompromi? Biarlah hanya ‘seakan’ berhenti, atau ‘seakan’ berulang, tapi jelas itu jadi kesempatan yang amat berharga.

Memang tak salah jika kerap orang berujar, “Andai kita bisa mengulang waktu.” Meski mereka tahu persis hal itu tak akan mungkin terjadi, tetap saja terkadang itu bisa jadi kalimat romantis yang menyadarkan mereka bahwa sungguh sesuatu yang bermakna telah terjadi di masa lalu. Maka, tak heran pula jika nostalgia adalah salah satu kegiatan yang disukai sebagian orang.

Kenangan tentang masa lalu, entah itu buruk maupun baik, merupakan sesuatu yang istimewa. Mampu menjadi referensi belajar yang baik, dia. Dijadikan bahan tertawaan atau makian pun, tak akan berubah. Ketika sebagian orang mencoba melenyapkannya atau menguburnya jauh-jauh di dalam sanubari, tak pernah betul-betul kenangan itu menghilang. Pada waktu-waktu yang tak terduga, ia mampu kembali mencuat dan menjungkir balikkan banyak hal. Yang indah jadi bubrah. Yang bubrah jadi indah.

Siap bernostalgia dengan sesuatu yang lawas?



Tak ada yang perlu kau bunuh dari masa lalumu. Letakkan saja masing-masing darinya di tempat yang pantas. Suatu kali, ia akan senang jika dikunjungi kembali. Dan kau pun akan senang dapat bertemu lagi dengannya.

Komentar

Postingan Populer