Tuhan, Gembalakanlah aku

Tuhan adalah gembalaku. Aku tidak kekurangan. Kudibaringkan-Nya di rumput yang hijau, di dekat air yang tenang. Kudituntun-Nya di jalan yang lurus demi nama-Nya yang kudus.


sepotong lirik lagu rohani yang paling kugilai sejak kecil. dan seakan semua hal tentang lagu itu terbawa lagi kini, hari-hari di mana aku dan teman-temanku kerap bercanda tentang ternak dan gembalanya. sekelompok teman yang dulunya sempat menempuh pendidikan di Seminari Mertoyudan menyebut angkatan mereka "FRIENDSHEEP". mereka adalah domba-domba yang digembalakan Allah Bapa. nama ini demikian menyentuh untukku. setiap kali aku mendengar kata 'domba' aku akan langsung merasa dicintai begitu dalam oleh Dia yang menjadi tumpuan hidupku setiap waktu.

aku adalah domba, kecil dan tak berdaya. selalu berusaha untuk berada dalam kawanan supaya selalu aman terjaga. namun, ketika suatu kali kulihat sepetak rumput yang lebih hijau, kutinggalkan kawananku hanya untuk mencicipinya, menyerahkan nyawa pada serigala yang kerap mengintai. padahal, tak pernah sekalipun aku kelaparan dalam asuhan Gembalaku. tapi, aku selalu saja lari...
nanti, beberapa saat lagi ketika waktunya pulang, kawananku akan berjalan perlahan di depan Sang Gembala, kekenyangan mungkin. tapi, aku...masih sibuk dengan rumputku. Sang Gembala akan tersadar bahwa seekor domba nakal telah lepas dan hilang entah ke mana. hati-Nya akan bergolak khawatir. seketika ditinggalkannya kawanan penuh itu hanya untuk menemukan di mana aku. direlakannya 99 nyawa lain terancam oleh taring-taring kejam serigala, hanya untuk menarikku dari moncong serigala lainnya. dan aku...kebingungan mencari di mana Gembala dan kawananku. sementara matahari mulai redup, pertanda malam akan segera menyongsong. malam yang seharusnya bisa kunikmati dengan bergolek di kandang hangat seandainya saja aku menahan keinginan nafsu belakaku. mulailah aku menangis, mengembik tak karuan mencari pertolongan sambil menggumamkan penyesalan dalam hati. berlari aku kesana-kemari, namun tak jua tampak Sang Gembala Baik. tak sadar, aku terperosok dalam lubang. kakiku sakit, tak kuat untuk berjalan lebih jauh. tak kuat aku. di manakah Engkau hai Gembala? aku bingung dan sedih sejadi-jadinya. aku tahu tak akan ada jalan untuk pulang. aku akan diterkam serigala malam ini. aku akan mati malam ini. mati...mati...

di tengah harapan yang nyaris putus itu, kudengar suara panggilan. panggilan cemas namun lembut. panggilan penuh cinta yang selalu kudengar setiap kali akan pulang ke kandang. menembus keremangan senja, sosok agung itu nyata di mataku. Gembalaku menyelamatkanku. tak kuasa aku membendung air mata. ingin meneriakkan semua kata terima kasih dan syukur, meneriakkan kebahagiaan. aku berdiri sgera untuk berlari menyambut-Nya. tapi, aku jatuh...kakiku terluka. lagi-lagi aku menangis, hanya mampu menunggu Ia menemukanku terkapar tak berdaya. aku malu...
tibalah Gembalaku yang tercinta di hadapanku. aku dinaikkan ke bahu-Nya agar tak perlu aku berjalan. dibawa-Nya aku pulang menyusul kawanan lainnya. dan aku lagi-lagi hanya bisa menangis seraya membisikkan, "Maaf" di telinga Sang Gembala. diusap-Nya kepalaku lembut seraya menjawab, "Mari pulang anak-Ku. Aku merawatmu." tak ada lagi kalimat lain paling indah di dunia ini.

inilah imajinasi yang selalu muncul di kala aku menangis dan Tuhan Allah membelai hatiku lembut.

kehdupan imanku akhir-akhir ini begitu mengecewakan. di awal tahun, sempat setiap malam kuhabiskan untuk menguraikan air mata di dalam doa. tak ada lagi yang kusembunyikan dari Bapa. sekalipun aku mampu merahasiakannya pun aku enggan melakukannya. aku menghapuskan jarak yang sebelumnya terbentang antara hatiku dan hati-Nya. bukan, bukan karena kami menginginkannya. tapi, karena aku selalu berlari menjauh sementara Dia terus mengejarku.
hari-hari belakangan, semua rutinitas doa dan ibadah yang kubangun hancur berantakan, kalah oleh keinginan hura-hura yang menyita waktu. tak lagi ada waktu barang sedikit pun untuk berbincang dengan-Nya, mencurahi-Nya dengan begitu banyak cerita, menghujani-Nya dengan air mata, membagi tawa lepas dengan-Nya. aku sedih Tuhan, tak mampu lagi aku merasakan pelukan-Mu, padahal lengan-Mu tak pernah lepas dari lingkaran bahuku. tak mampu lagi aku menggenggam tangan-Mu, padahal telapak-Mu terus membimbingku berjalan. mengapa hatiku jadi tumpul, Bapa?
semua kedekatan dengan-Mu yang kubangun bersama keluargaku dulu, kini terasa kurang bermakna. aku mencintai-Mu, Tuhan. sungguh. tapi, aku sendiri bingung mengapa pelayananku tak lagi berasa indah. kuusahakan segala hal untuk kemuliaan-Mu. kucaci teman-teman yang meninggalkan-Mu, kudedikasikan waktu untuk belajar lebih memahami keinginan-Mu. tak jua aku sanggup. aku tahu Engkau tak pernah pergi Bapa, tapi mengapa kini aku hanya melihat bayangan kabur-Mu. aku merindukan-Mu Tuhan. sungguh. aku tak pernah menghancurkan komitmenku untuk berjalan bersama-Mu. sama sekali tak pernah, terlintas keinginan untuk itu pun tidak. tapi, hati ini tumpul...aku harus berusaha keras untuk merasakan-Mu. aku tahu Kau mencintaiku, Bapa. tak akan pernah berubah.

maka, bangkitkanlah aku dari kejatuhanku, Tuhan. mungkin aku merasa lelah dan gerah dengan semua ini. bawalah aku ke ladang rumput yang hijau, di mana aku mampu mengenyangkan rasa laparku akan cinta-Mu. bimbinglah aku menuju sungai kasih-Mu, di mana dahagaku akan kupuaskan. lepaskan aku dari semua kuk berat ini, Bapa agar lega hatiku. ajari aku menjadi kuat, agar tak lagi aku mengeluh pada-Mu. jadilah andalanku selalu, aku akan berusaha tak merepotkan-Mu lagi dengan meninggalkan kawanan. Terima kasih Gembala Baik. aku mencintai-Mu.

Komentar

Postingan Populer