Bahaya dalam Maya

Ilustrasi oleh : Vincentius Wishnu (Mahasiswa BK '08 USD)


    Siapa tak kenal Facebook? Salah satu situs jejaring sosial ini disebut-sebut sebagai situs yang menempati ranking atas dalam jajaran situs paling populer saat ini. Bahkan karena banyaknya pengguna internet yang mengaksesnya, Facebook diramalkan akan menyaingi situs mesin pencari yang selama ini menjadi situs internet nomor satu di dunia, Google. Prediksi tersebut bukanlah hal yang begitu mengejutkan mengingat fenomena yang secara kasat mata dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari di mana begitu banyak orang menjalin hubungan pertemanan di dunia maya lewat berbagai media setiap waktu. Tak hanya Facebook, internet secara keseluruhan dengan berbagai fitur di dalamnya dapat dikatakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup sebagian besar masyarakat.
    Dunia maya, atau yang lebih akrab dikenal secara luas dengan nama internet, merupakan fenomena yang menarik untuk diperhatikan perkembangannya. Peran dan fungsinya sebagai media komunikasi dan akses informasi telah berkembang menjadi begitu penting seiring dengan pertumbuhannya. Internet yang dulunya dikategorikan sebagai suatu hal yang mewah bagi sebagian orang, kini penyebarannya merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Antusiasme masyarakat yang begitu besar pada internet juga merupakan lahan bisnis yang menjanjikan untuk diusahakan. Menjamurnya bisnis warung internet (warnet) yang saat ini tersebar luas di seluruh pelosok daerah juga turut mendukung besarnya jumlah konsumsi masyarakat akan akses dengan dunia maya. Secara umum, dunia maya (internet) memang memfasilitasi masyarakat untuk dengan mudah mendapatkan informasi dan berkomunikasi melintasi rentang jarak yang tak terhingga. Akan tetapi, di balik semua kenyamanan dan kemudahan tersebut ternyata ada ‘efek samping’ yang menguntit dan memicu bahaya. Adakah yang pasang mata akan gerak sosok maya berbahaya ini?
Internet: Dulu, Kini, dan Nanti
    Pada awal kemunculannya, internet tidak mungkin diakses oleh semua kalangan masyarakat. Amerika Serikat di tahun 1969 membangun jaringan komputer untuk keperluan militer. Proyek berlabel ARPANET (Advanced Research Project Agency Network) digalang oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat  dalam rangka merancang sistem pertahanan militer negara. Situs Wikipedia menyebutkan bahwa jaringan ARPANET ini menghubungkan komputer yang berada di titik-titik vital agar mempermudah upaya mengatasi serangan nuklir dan menghindari adanya informasi terpusat yang seringkali rawan untuk dihancurkan dengan mudah dalam situasi perang. Karena fungsinya yang begitu vital dalam menjaga keamanan negara, jaringan ini hanya menghubungkan empat situs, yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, dan  University of Utah.
    Proyek ini ternyata berkembang begitu pesat dan berbagai universitas menyatakan diri ingin bergabung di dalamnya. Untuk tetap menjaga keamanan, jaringan ini kemudian dibagi menjadi MILNET yang ditujukan bagi keperluan militer dan ARPANET untuk keperluan non-militer. Gabungan dari kedua jaringan ini kini lebih dikenal dengan nama internet. Pertumbuhan pengguna internet mulai meroket ketika di tahun 1990 tim Berners-Lee meluncurkan penemuan mutakhir mereka, yaitu aplikasi World Wide Web (WWW) atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan situs web. Melalui aplikasi ini, pengguna internet dapat dengan lebih mudah bertukar informasi dalam bentuk materi dan konten web. Di Indonesia, internet mulai menjamah masyarakat di tahun 1990 yang lebih dikenal dengan nama Paguyuban Network.
    Dengan diperkenalkannya aplikasi World Wide Web, internet tumbuh makin pesat dalam waktu-waktu berikutnya. Berbagai materi dan konten dengan topik yang beragam disajikan dalam bentuk web sehingga dapat dengan mudah diakses oleh semua pengguna internet. Berbagai konten tersebut di antaranya ilmu pengetahuan, berita, perdagangan, mode, karya seni, dan lain-lain. Beragamnya materi yang disajikan di internet memacu pertumbuhan jumlah pengguna internet yang kemudian juga berdampak pada kebutuhan untuk membuat fitur-fitur internet makin menarik. Kemudahan yang diberikan internet dalam akses informasi ilmu pengetahuan menjadi salah satu daya tarik internet. Akses ini dipermudah lagi dengan kehadiran mesin pencari yang membantu menemukan banyak referensi untuk satu jenis informasi yang dicari. Dalam perkembangannya, informasi berbentuk berita dan bisnis pun disajikan dalam dunia maya. Hal ini berdampak muncul kebutuhan untuk mengakses internet secara mobile (bergerak) yang kemudian dijawab dengan modifikasi alat teknologi akses internet yang dapat dibawa dengan praktis ke mana pun penggunanya pergi, misalnya telepon genggam dan PDA.
Salah satu fitur internet lainnya yang banyak diminati saat ini ialah situs pertemanan. Diawali dengan diluncurkannya situs Friendster, makin banyak masyarakat yang menolehkan matanya pada internet. Setelah itu menyusul tumbuhnya situs-situs pertemanan lainnya dengan keunggulan dan fasilitas masing-masing. Tahun 2006, gebrakan datang dari seorang mahasiswa Harvard College bernama Mark Zuckerberg dengan situs pertemanan baru hasil kreasinya yang diberi nama Facebook. Sebenarnya, Facebook sudah mulai beroperasi sejak tahun 2004, namun hanya dalam lingkup universitas di mana pendirinya menempuh pendidikan pada saat itu. Karena banyaknya permintaan dari universitas lainnya untuk dapat pula memanfaatkan jaringan ini, Facebook kemudian dikomersialkan secara mendunia. Situs pertemanan dalam dunia maya memungkinkan pemilik akunnya menjalin komunikasi dengan orang-orang pemilik akun lainnya seakan tanpa dibatasi jarak. Menariknya, situs yang juga kerap disebut situs jejaring sosial ini pun dilengkapi dengan berbagai fitur yang membuat aktivitas berteman di dunia maya makin asik, misalnya bertukar pesan, foto dan gambar, obrolan atau yang lebih dikenal dengan istilah chat, dan masih banyak lagi. Banyaknya fasilitas yang dapat diakses dalam situs pertemanan dunia maya ini menyebabkan ledakan masif dalam peningkatan jumlah pengguna internet. Hal ini dapat dengan jelas terbaca dalam data dari internetworldstats.com yang menyebutkan bahwa peningkatan jumlah pengguna internet dunia pada rentang tahun 2000 – 2009 mencapai 380,30%. Statistik ini juga menyebutkan peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia dengan angka yang fantastis. Dalam rentang waktu sembilan tahun, pengguna internet di Indonesia tahun 2000 yang berjumlah 1,7 milyar mengalami kenaikan sebesar 1150%.
Meskipun popularitas situs jejaring sosial begitu kentara dan menarik perhatian dalam perkembangannya, internet juga dimanfaatkan sebagai media publikasi karya seni. Tersedianya ruang yang terbuka dan dapat diakses secara bebas oleh siapa saja menjadikan internet pilihan yang terjangkau untuk mendukung produktivitas berkarya. Fasilitas semacam ini tidak hanya dimanfaatkan oleh seniman-seniman amatir dalam usaha penjajakan respon masyarakat terhadap karyanya, melainkan juga oleh para seniman kawakan untuk memperluas ruang berkarya mereka.
Memperhatikan beragamnya konten internet dan kecepatan pertumbuhannya, Cisco Virtual Networking Index (VNI) melalui risetnya memprediksi bahwa permintaan layanan internet mobile akan tetap tinggi meskipun terjadi kemerosotan ekonomi. Dalam riset itu disebutkan pula prediksi bahwa pada tahun 2014, perangkat bergerak (mobile) pribadi, antara lain telepon genggam, iPad, notebook, dan sejenisnya akan menjadi unsur penting yang paling banyak digunakan dalam lalu-lintas internet. Jumlah lalu-lintas data yang diakses di dunia maya pun diperkirakan akan mengalami kenaikan yang sangat signifikan dalam rentang tahun 2009 hingga 2014.
Ancaman Bagi Intelektualitas
    Internet sebagai salah satu produk perkembangan teknologi memang memainkan peran dan fungsi positif dalam kehidupan masyarakat penggunanya. Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan aktivitas seseorang di dunia maya pun tak luput dari perhatian masyarakat. Munculnya berbagai kasus kriminal, maraknya pornografi, dan pencurian karya tanpa hak cipta merupakan beberapa contoh fenomena yang menjadikan dunia maya sebagai salah satu lahan operasinya. Di samping itu semua, tanpa disadari aktivitas masyarakat di dunia maya berpotensi menimbulkan ancaman bagi intelektualitas mereka sebagai pengguna.
    Internet merupakan wadah di mana para penggunanya dapat dengan bebas menyediakan dan mengakses informasi yang bersifat apa pun. Keleluasaan ini ternyata merupakan ruang yang terjangkau bagi setiap orang untuk dengan mudah menyajikan banyak jenis informasi. Sebagai konsekuensinya, pengguna pun dapat dengan leluasa mengakses informasi-informasi tersebut. Hal yang menjadi poin yang perlu diperhatikan ialah kecenderungan minat para pengguna internet terhadap konten atau materi informasi yang diaksesnya. Secara umum, fitur internet dengan materi populer lebih diminati jika dibandingkan dengan fitur yang menyajikan informasi-informasi alternatif. Populer dalam hal ini berarti hal-hal yang disukai oleh banyak orang atau yang sedang menjadi tren di masyarakat, contohnya fesyen dan mode, musik populer, dan gaya hidup. Sejatinya, merupakan hal yang sah dan lazim bahwa tiap periode waktu memiliki jenis materi populer masing-masing, seperti materi populer zaman ini yang telah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi, sangat disayangkan ketika masyarakat kemudian cenderung mengesampingkan isu-isu sosial yang telah terlebih dahulu menjadi masalah bersama yang semestinya dicari jalan keluarnya.
    Di balik gaya hidup nyaman dan bahagia yang kerap kali muncul sebagai tolok ukur tren masa kini, masih ada problem-problem sosial yang semestinya menjadi perhatian masyarakat, antara lain masalah pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan lain-lain. Sayangnya, isu-isu semacam ini ternyata kalah menarik untuk didiskusikan bila dibandingkan dengan isu-isu mainstream dengan materi populer tadi. Indikasi akan hal ini dapat ditinjau dari contoh yang dekat dengan masyarakat pengguna situs jejaring sosial, misalnya Facebook. Bila dicermati, hanya sebagian kecil dari pengguna Facebook yang menulis status dengan mengangkat masalah-masalah sosial sebagai topiknya. Selain itu, forum-forum diskusi yang ramai disambangi dan diisi oleh para pengguna internet adalah diskusi dengan tema-tema populer, contohnya atlit olahraga atau selebriti favorit.
    Kecenderungan minat masyarakat yang lebih besar terhadap materi-materi populer di dunia maya dikhawatirkan akan mengikis kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya yang disesaki masalah-masalah sosial yang sudah disebutkan sebelumnya. Kenyamanan yang diperoleh ketika bergelut dalam topik-topik populer mungkin saja dapat membuat masyarakat merasa enggan ketika harus bersinggungan dengan problem sosial yang menuntut perhatian lebih untuk dapat menyelesaikannya. Sebagai imbasnya, permasalahan sosial yang hidup di masyarakat tersebut akan terus tertunda penyelesaiannya dan akan terus menghantui kehidupan masyarakat.
    Layaknya budaya populer lainnya, ancaman yang mengiringi kehidupan dunia maya di masyarakat adalah konsumerisme. Tak bisa dipungkiri, aktivitas di dunia maya berpotensi besar untuk menjadi candu bagi masyarakat penggunanya. Bukti nyata dapat dilihat dari menjamurnya pengguna yang mengakses internet setiap saat melalui berbagai media dengan beragam intensitas keperluan, mulai dari sekedar menulis status baru di Facebook hingga mencari informasi penting tentang apa yang sedang terjadi. Statistik mengenai peningkatan jumlah pengguna internet telah diuraikan dalam sub judul “Internet: Dulu, Kini, dan Nanti” di atas. Mengakses internet tentunya membutuhkan sarana yang diakomodasi dengan sejumlah biaya. Ketika seseorang kecanduan menggunakan internet, ia dituntut mengalokasikan dana untuk dapat memenuhi keinginannya tersebut, entah untuk penyediaan alat teknologi yang mendukung maupun biaya aksesnya. Mau tak mau, aktivitas di dunia maya yang berlebihan beresiko menimbulkan sifat konsumtif.
    Tak hanya itu, kecenderungan konsumerisme juga dapat timbul dari konten yang dicantumkan dalam dunia maya. Konten-konten yang kerap muncul di internet berpotensi menciptakan hegemoni ide tentang tren yang dianggap oleh sebagian masyarakat “harus” diikuti. Kelompok masyarakat tersebut berpandangan bahwa gaya hidup yang ditampilkan di internet merupakan standar yang perlu mereka penuhi untuk menjaga eksistensi. Pandangan ini memicu keinginan untuk membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang menjadi atribut gaya hidup populer tersebut. Tak jarang, hasrat untuk memenuhi keinginan ini membuat seseorang menghalalkan segala cara dalam mengusahakannya, bahkan kriminal. Dengan kata lain, internet menjadi salah satu media yang turut menciptakan kebutuhan masyarakat.
    Konsumerisme sendiri telah beresiko menimbulkan masalah lainnya. Salah satu di antaranya ialah kesenjangan sosial yang semakin kentara antara kalangan masyarakat yang hidupnya berkelimpahan harta dengan kelompok lainnya yang belum mencapai kemapanan ekonomi. Ketika kesenjangan ini tumbuh subur, harmoni dalam relasi antaranggota masyarakat sulit untuk terjalin. Kepedulian akan kaum miskin semakin terkikis dan kebutuhan konsumsi makin meningkat.
    Hal menarik lainnya yang perlu diperhatikan sebagai akibat yang timbul dari fenomena menjamurnya aktivitas dunia maya adalah kecenderungan akan banalisme. Banalisme dalam konteks ini diartikan sebagai kedangkalan. Salah satu bentuk contoh yang dapat diperhatikan ialah begitu banyak tulisan-tulisan pendek yang disajikan di dunia maya. Para pengguna internet secara perlahan akan terbiasa membaca tulisan-tulisan pendek tersebut untuk mengetahui sebuah informasi. Kebiasaan ini kemudian menimbulkan preferensi terhadap tulisan-tulisan pendek dibandingkan dengan sebuah buku. Tulisan pendek sudah jelas memiliki keterbatasan ruang untuk mencantumkan informasi dan mengulas topik yang diangkat. Berbeda halnya dengan buku, pembaca buku biasanya akan mendapatkan lebih banyak informasi dan uraian yang lebih lengkap dan rinci mengenai sebuah tema. Ketika seseorang lebih memilih untuk membaca tulisan pendek dengan ruang yang lebih sedikit untuk menguraikan sebuah topik, tentunya informasi yang didapatnya lebih sedikit pula bila dibandingkan dengan kondisi di mana ia membaca sebuah buku. Jika demikian, referensi untuk menganalisa topik yang dibaca juga sedikit dan beresiko menimbulkan salah pengertian karena ada poin informasi yang “hilang” atau tidak terakses.
    Bentuk kedangkalan lainnya tersirat dalam fenomena situs jejaring sosial atau situs pertemanan. Dalam kehidupan nyata, sosialisasi dengan orang lain dalam bentuk pertemanan dibangun lewat sebuah proses yang memakan waktu. Selain itu, kedua belah pihak yang menjalin hubungan tersebut perlu mengadakan pendekatan dan penjajakan untuk mengetahui banyak hal tentang rekannya melalui keseharian dan kontak yang dijalin. Namun, dalam sosialisasi yang dibangun lewat situs jejaring sosial, proses tersebut acap kali terlewatkan. Pemilik akun situs pertemanan biasanya akan menyajikan informasi umum dan khusus mengenai dirinya, mulai dari data diri hingga minat dan aktivitasnya. Sebagian besar situs jejaring sosial memberikan kemudahan bagi para penggunanya untuk saling bertukar informasi tersebut secara bebas, meskipun ada beberapa kesempatan untuk mengatur privasi informasi tersebut. Akses kepada informasi pribadi ini ternyata dianggap sebagian pengguna cukup untuk dapat menjalin relasi yang lebih intim. Padahal, justru dalam dunia maya peluang untuk membubuhkan informasi fiktif lebih luas terbuka. Banyak pengguna, entah dengan dasar apa, berani mengambil resiko menjalin relasi (meskipun di dunia maya) dengan pengguna lain yang terkadang hanya diketahui sebatas informasi profil dan foto yang dicantumkan.
    Situs pertemanan memang membawa manfaat besar dalam bersosialisasi terutama bagi orang-orang yang terpisah jarak cukup jauh. Namun, tak menutup kemungkinan situs ini menjadi lahan kriminal berbasis relasi dunia maya, seperti penculikan, pemerasan, penipuan, pencemaran nama baik, dan lain-lain yang belakangan ini sering diangkat di media massa. Meskipun situs jejaring sosial menawarkan kemudahan dalam akses yang tidak terbatas jarak, proses sosialisasi yang intens antarindividu merupakan unsur yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
    Dari uraian di atas dapat dibaca bahwa dunia maya dalam manfaat dan resiko bahayanya berdiri bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, internet merupakan sebuah produk teknologi yang terus berevolusi menyempurnakan diri dengan tujuan mengoptimalkan kemudahan dan nilai guna yang dapat diperoleh penggunanya. Namun, semuanya itu tidak lepas dari potensi bahaya yang menjadi ancaman bagi para pengguna itu sendiri. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk meminimalisir dampak buruk aktivitas di dunia maya adalah pemanfaatan secara bijak oleh para penggunanya. Mengatur intensitas akses ke dunia maya dengan meletakkan prioritas pada berbagai keperluan diharapkan akan membantu menghindarkan pengguna internet dari kecenderungan-kecenderungan yang dijabarkan sebelumnya. Selain itu, juga diperlukan kemampuan untuk memilah informasi yang diakses lewat dunia maya menjadi bagian yang patut atau perlu diketahui dan sebaliknya. (Maria Puspitasari Munthe)



Tulisan ini adalah versi asli dari penulis sebelum diedit oleh pemimpin redaksi SCRIPTURA  terbitan LPM natas edisi Expo Insadha 2010.

Komentar

Postingan Populer