Film Kungfu dan Kesabaran
Sejak kecil, saya sudah bersinggungan dengan film-film
kungfu. Yah, sebutlah demikian. Mulai dari film ‘boboho’, Once Upon a Time in
China dengan Wong Fei Hung-nya yang legendaris, hingga rilisan masa kini. Saya
selalu kagum menyaksikan adegan berkelahi yang biasanya dibubuhi efek suara
kibasan kain, tapak kaki, dan tak lupa debu. Rasa-rasanya seperti sungguhan.
Nah, di antara sekian banyak adegan dalam film kungfu,
favorit saya adalah adegan yang menceritakan latihan awal kungfu. Satu metode
yang tak pernah luput ialah memikul dua gentong air dari sumber mata air hingga
ke perguruan tanpa menumpahkan isinya sesedikit apa pun. Digambarkan di sana,
medan yang ditempuh berupa bukit-bukit dan kebun. Alhasil, banyak pemula kungfu
yang gagal menjalani tugas ini pada awalnya sebab isi gentong begitu penuh dan
akan tumpah karena guncangan selama membawanya. Namun, guru mereka tak akan
mengizinkan muridnya melewatkan latihan yang satu ini. Tak peduli tumpah
sedikit maupun habis semua isinya, si murid akan disuruh mengulang lagi higga
sanggup menyelesaikannya seperti yang diharapkan. Selama berbulan-bulan, bahkan
mungkin hitungan tahun, si murid diberi tugas untuk memenuhi kebutuhan air di
perguruan setiap harinya.
Hampir di semua film, pasti digambarkan sebuah peristiwa
ketika si murid akhirnya bosan melakukan latihan yang sama berulang-ulang. Si
murid tak sabar menantikan latihan jurus pamungkas dari gurunya. Tapi, selalu
saja si guru tak mau kompromi tentang hal itu. Jurus pamungkas tak pernah
disingkap sampai entah kapan. Si murid mau tak mau bersabar dengan segala tugas
memikul gentong air dan berlatih kuda-kuda sekian jam setiap harinya. Tak ada
yang lain.
Saya jadi teringat ketika masa awal mulai diajari memasak
oleh ibu saya. Satu-satunya hal yang boleh dan harus saya kerjakan adalah
mengupas bawang. Kemudian dilanjutkan dengan mengiris bawang. Selama bertahun-tahun
ia tidak mengizinkan saya menyentuh bahan masak dan metode yang lain. Bosan saya
menangis terus setiap kali diajak memasak oleh ibu.
Nah, dua cerita di atas ini melintas lagi sekitar seminggu
yang lalu ketika saya sedang mengikuti sebuah sesi latihan olah tubuh bersama
seorang teman bernama Doni Agung Setiawan. Telah beberapa sesi berlalu dan Doni
Agung Setiawan tetap meminta saya dan teman-teman mengulangi semua latihan
dasar olah tubuh. Dia memang membawakan banyak hal baru setiap sesinya, namun
latihan dasar tidak bisa ditawar. Ketika kami berbincang di sesi latihan
berikutnya tanpa Doni Agung Setiawan, beberapa orang teman mengutarakan
kejenuhannya akan metode latihan yang tak kunjung berganti. Sebab kejenuhan
ini, mereka sempat kehilangan minat untuk mengikuti sesi latihan.
Ternyata, dalam proses apa pun yang sedang dijalani, setiap
pelakunya dituntut untuk punya kesabaran yang cukup. Memikul gentong air yang
sama setiap harinya dan membuat gerakan tubuh yang sama setiap harinya pasti
melelahkan. Apalagi jika tak ada tantangan baru yang muncul. Namun, layaknya
cerita dalam film kungfu selalu paparkan, si murid yang tekun berlatih akan
tumbuh jadi petarung yang handal. Tenaganya perlahan bertambah dan ia memiliki
daya tahan yang baik. Sebagai catatan, waktu yang dibutuhkan tidak sebentar. Bisa
jadi makan waktu sejak si murid masih kanak-kanak hingga akhirnya jadi pemuda. Meskipun
itu cerita fiksi di film, tetapi hal yang sama juga akan berlaku di dalam
kehidupan nyata. Mengulangi hal kecil yang sama setiap harinya pasti akan memberikan
suatu pengaruh dalam diri.
Pengulangan macam itu ditujukan untuk memberikan manfaat. Kejenuhan
yang muncul karenanya akan terbayar jika saja mau menyadari kembali sudah
sejauh mana diri berkembang. Pasti ada yang berubah. Efek yang dirasakan atas
kesabaran macam itu memang tidak muncul dalam waktu singkat. Meski demikian,
jika suatu hari bertemu dengan rekan yang melewatkan hal-hal yang kita kerjakan
tadi, maka kita akan tahu alasan kita meluangkan kesabaran untuk melakukannya.
Jalanilah dengan sabar.
Komentar
Posting Komentar