Museum Keprihatinan

siang tadi, baru saja aku berkunjung ke sebuah museum di jogja. namanya museum wayang kekayon. kali pertama aku ke sana, seorang penjaga museum tersebut menyatakan bahwa museum telah tutup. kulirik jam, saat itu pukul 2 siang. padahal, informasi yang kudapatkan dari internet, museum tersebut buka dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore. hari ini aku kembali lagi untuk meliput beberapa hal mengenai museum tersebut. impresi yang muncul saat pertama kali hingga tadi siang datang ke sana adalah : memprihatinkan. bahkan aku sempat mengumpat tadi siang ketika baru tiba di museum tersebut dan melihat segala sesuatunya lengang dan tertutup. ketika kuhampiri seorang penjaga separuh baya yang ada di sana, beliau memberi keterangan bahwa museum tersebut buka. dengan petunjuk seadanya, aku dan timku menjelajahi bagian dalam museum tersebut tanpa pemandu. bapak tua yang kami temui tadi menyarankan kami untuk menemuinya di kantor sehabis kami berkeliling jika ada yang ingin ditanyakan.

koleksi yang disimpan museum itu sangat mengagumkan. tak pelak memori dan baterai kamera digital pun melorot habis untuk mengabadikan setiap ruangan dan isinya. sesuai namanya, museum wayang kekayon mengoleksi berbagai jenis wayang dan peralatan yang berkaitan dengan hal itu. umur koleksinya tak tanggung-tanggung, sejak jaman baheula. seusai melihat-lihat bagian dalam museum sepi tersebut, kami pun berbincang dengan Pak Mulyono, penjaga, pekerja, perawat koleksi, sekaligus pemandu di museum ini. menakjubkan. atau memprihatinkan? seketika aku membayangkan bagaimana program Visit Indonesia Year yang lalu berjalan sesungguhnya? objek apa yang menjadi fokus dari program tersebut?

poin yang menarik dari diskusi kami tadi adalah fakta mengenai kepemilikan museum wayang tersebut. mungkin memang aku yang sangat awam terhadap info-info semacam ini, karena ternyata seorang temanku menyatakan ia telah tahu sejak dulu mengenai fakta tentang kepemilikan sebagian besar museum di Indonesia. museum wayang kekayon dimiliki oleh seorang profesor sekaligus dokter ahli saraf dan kejiwaan yang dulu pernah bergelar guru besar di sebuah universitas negeri ternama di Yogyakarta. wow, aku sungguh terkejut mendengar hal itu. ternyata museum ini milik pribadi, dibangun secara pribadi, dikelola secara pribadi, dan tentu saja dibiayai secara pribadi. hal pertama yang terlintas di benakku adalah : orang ini sangat kaya. pemilik museum ini adalah ayah dari seorang ahli telematika yang namanya lalu lalang di dunia pertelevisian (terutama setiap kali ada gambar-gambar yang diduga rekayasa). karena beliau telah almarhum, maka pengelolaan museum ini diserahkan kepada putra bungsunya.

sekali lagi, mungkin aku terlalu awam untuk membahas masalah ini. jadi mohon jangan ditanggapi sebagai ke-soktahu-an tapi, ini murni wujud keprihatinan yang muncul secara tiba-tiba. seorang teman yang saya sebutkan di atas memberi informasi bahwa 20% museum di Indonesia dimiliki oleh pribadi, bukan oleh pemerintah seperti yang selama ini banyak orang kira. hal ini bagiku sungguh-sungguh menakjubkan mengingat biaya pengelolaan museum itu tidak sedikit. namun, orang-orang (pemilik pribadi museum) ini dengan berani dan ikhlas menyisihkan dan menyumbangkan miliknya untuk mengelola museum sebagai sarana pelestarian budaya maupun sejarah. mengagumkan. memang, kebanyakan museum berada dalam kondisi yang begitu memprihatinkan dan seperti tak terurus. hal ini berkaitan dengan minimnya pegawai yang bekerja di sana. bahkan di museum wayang kekayon sendiri tidak ada seorang pun pegawai yang diperbantukan dari pemerintah untuk membantu pengelolaan museum. yang ada hanya 3-4 orang warga sekitar yang diupah oleh pemilik pribadi museum. entah dengan apa mereka bertahan, pengabdian ataukah kebutuhan akan pendapatan (sekalipun itu sangat minim)?

pemilik museum wayang kekayon bisa dibilang bukan tokoh ternama dalam dunia pewayangan, bahkan profesinya tidaklah berkaitan sama sekali dengan wayang. namun, beliau memiliki minat dan perhatian lebih terhadap pelestarian kesenian wayang. hanya dengan dasar itulah seorang dokter saraf dan kejiwaan membangun sebuah museum wayang. museum yang tidak ramai dikunjungi orang, hanya terkadang beberapa orang yang tertarik atau rombongan wisata dan studi. museum yang menggeliat lemah namun tetap berusaha keras untuk bertahan di tengah himpitan modernisasi yang makin menelan minat orang-orang akan budaya-budaya daerah. museum yang ditopang oleh orang-orang yang memeliharanya semata-mata karena kepedulian dan pengabdian, namun kurang diperhatikan oleh pemerintah. ya, memang pemerintah mengurusi banyak hal lain yang juga sama pentingnya. namun, selalu masyarakat berharap akan ada perhatian yang bisa membantu atau setidaknya memperpanjang kelangsungan museum-museum penuh ilmu ini. kepemilikan pribadi? tidakkah para pemilik itu menyumbang kontribusi yang begitu besar dalam dunia pendidikan dan pariwisata Indonesia? mungkin kontribusi tersebut layak untuk setidaknya diapresiasi dalam wujud yang kongkrit (membantu atau memberikan perhatian nyata termasuk di dalamnya)? semoga penyelenggaraan museum yang ada akan beranjak lebih baik di masa-masa yang akan datang sebagai sarana pendidikan dan pariwisata di Indonesia.

Komentar

Postingan Populer