jatuh cinta pada kota ini

Belakangan ini teman-teman mulai suka menyanyikan tembang yang dilantunkan oleh mas Katon berjudul “Yogyakarta”. Bagiku, lagu ini indah. Aku ingat, seorang teman pernah menceritakan padaku sejarah lagu ini. Penulisnya ialah seorang laki-laki yang patah hati karena ketika datang ke rumah kekasihnya ia melihat gadisnya itu sedang bersama laki-laki lain. Ia akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dengan menuntun Vespanya.

Pulang ke kotamu,
Ada setangkup haru dalam rindu…


Ya, deskripsi yang tepat. Lirik di atas inilah yang selalu kurasakan ketika kembali lagi ke kota ini. Apa tepatnya yang membuatku dulu memilih kota ini untuk melanjutkan pendidikan belum juga kutemukan dengan jelas. Selain karena saran dari orang tua, aku sendiri pun sudah memilihnya. Kedatanganku yang pertama ke kota ini adalah ketika aku masih duduk di tahun terakhir di SMA. Hanya 4 hari aku bermain di sini, namun ketika dalam perjalanan menuju bandara untuk pulang ke rumah, aku menangis. Entah kenapa, tapi aku merasa begitu menyukai kota ini. Banyak teman yang sudah lebih dahulu tinggal di sini mendoakanku agar benar-benar melanjutkan kuliah kemari. Puji Tuhan, doa itu terkabul…

Kebetulan tadi malam aku baru menonton kesesakan dan keramaian warga Yogyakarta yang tumpah ruah di sepanjang jalan Malioboro hingga alun-alun utara. Nama acaranya Jogja Java Carnival 2010. Ternyata rangkaian acara ulang tahun kota Yogyakarta. Tadi malam pula aku merasakan dihimpit dari berbagai arah dan hampir mati (didramatisir sedikit supaya menarik). Berjalan kaki mencoba menyeruak kerumunan untuk sedikiiit saja menyaksikan apa yang sedang berpawai di jalan. Namun, akhirnya kami pasrah dan memutuskan untuk menunggu pertunjukan kembang apinya saja. Maka, kami mencari tempat untuk duduk dan menunggu. Hampir saja kami memanjat beberapa skafholding. Untung saja tidak jadi. Kami baru tahu bahwa benda itu adalah sumber meledaknya kembang api yang kami tunggu-tunggu ketika pertunjukan kembang apinya dimulai. Hebat, ini Yogyakarta. Meskipun begitu, di tempat yang sama untuk kedua kalinya aku menyaksikan ironi di tengah besarnya euforia tadi malam. Setahuku, alun-alun yang berada di depan Keraton itu berfungsi sebagai tempat bertemu dan bersatunya raja dengan rakyatnya. Manunggal ing kawula gusti. Kalau tidak salah itu yang aku tangkap dari kuliahku semester lalu. Namun, yang kusaksikan tadi malam adalah kerumunan rakyat berdesak-desakan sambil berjingkat melongokkan kepala dan tenda-tenda berkain putih dan manis berlabel “VVIP”. Hanya sedikit cerita…

Sudah hampir 16 bulan aku tinggal di kota ini. Begitu banyak hal yang menarik perhatianku di sini. Dengan cepatnya aku merasa betah dan bahagia tinggal di sini. Meskipun kerinduan akan rumah  selalu terasa, namun aku selalu menemukan kembali semangatku ketika melihat sekeliling dan apa yang aku punya di sini. Banyak hal yang tidak pernah kulakukan di kampung halamanku menjadi rutinitas dan hal favoritku di sini. Aku belajar banyak hal, aku menemukan banyak hal, aku menyukai banyak hal, maka aku merindukan banyak hal tentang kota ini…

Seorang teman yang kini telah pindah ke pulau lain pernah mengajakku mengobrol tentang keadaan Yogyakarta. Ia berkomentar bahwa Yogyakarta semakin hari semakin penuh saja. “Makin penuh dengan orang-orang seperti kita ini dan tidak mau pulang,” begitu katanya. Aku hanya tertawa membenarkan. Kami sepakat bahwa kota ini ngangenin. Ngangenin banget. Tak terbayang ketika tiba waktunya aku harus meninggalkannya untuk melanjutkan hidup dengan entah apa. Apa sebenarnya yang membuatku mencintai dan seringkali merindukan kota ini? Aku punya beberapa jawaban yang sebenarnya tidak memuaskan bagiku sendiri. Tidak memuaskan karena tidak cukup tepat mendeskripsikan alasan yang sesungguhnya aku rasakan dan tidak bisa aku jelaskan. Tapi, tidak apa-apa. Hal-hal yang membuatku rindu akan kota ini adalah… (terdiam lama untuk menuliskannya). Apa ya? Mungkin keremangan kolong jembatan layang tengah malam hingga dini hari yang sesekali ditingkahi deru dan getaran kereta api yang melaju di rel. Mungkin bertaburnya pertunjukan berbagai jenis seni di berbagai tempat hampir setiap hari sampai-sampai tidak diketahui. Mungkin harga makanannya yang menakjubkan sehingga bisa menghemat uang kira-kira untuk berfoya-foya sedikit di bulan berikutnya. Mungkin suplai buku-buku selundupan atau bajakannya yang juga membantu menekan pengeluaran tanpa mengurangi keingintahuan. Mungkin tempat-tempat indah (para pasangan kekasih menyebutnya “romantis”) untuk menghabiskan malam sambil berefleksi. Mungkin pengamen-pengamen jalanan yang berserikat dan meneriakkan perlawanan lewat musiknya. Mungkin benda-benda unik dan aneh yang dapat ditemui di pinggiran jalan. Mungkin teman-teman yang sekaligus adalah keluargaku di sini. Atau mungkin…yah, pokoknya semua hal tentang Yogyakarta. Aku takut melewatkan hal-hal lain ketika aku menyebutkannya satu per satu. Memang sebenarnya, semua hal tentang kota ini ngangenin.

Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi,
Bila hati mulai rindu tanpa terobati…


Sepertinya aku mulai benar-benar jatuh cinta dengan kota ini. Kita lihat bagaimana selanjutnya…




Baru saja benar-benar menyadari bahwa kota ini menakjubkan
Kebetulan berbarengan dengan tadi malam nonton Jogja Java Carnival dengan nyaris terlempar bersama kembang api jika benar-benar memanjat skafholding

Komentar

Postingan Populer