bicara

Bicaralah. Karena dalam diam tumbuh terlalu banyak kebingungan. Tak cuma itu, kebingungan nantinya akan menghadirkan prasangka. Ya kalau baik, kalau buruk nanti malah katanya berdosa. Bicaralah. Karena dalam kebisuan ada terlalu banyak pertanyaan. Kadang kala pertanyaan itu memang tak membuat situasi jadi runyam bila ditunda jawabannya, namun kala lainnya malah menghancurkan banyak rencana yang senantiasa butuh kepastian.

Sudah kubuktikan sendiri bahwa bicara membuka banyak jalan atas banyak kebingungan. Bicara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membuat jelas banyak hal. Baiklah, memang tak semudah itu untuk bicara. Aku sendiri perlu mengalahkan banyak hal untuk akhirnya bicara. Aku memangkas rasa malu, menindas rasa takut, dan menendang gengsi. Aku pun perlu merangkul sejumlah teman yang menguatkanku untuk bicara. Aku belajar berteman dengan kerendahan hati, kemauan untuk menerima kelebihan orang lain, kejujuran, dan kemauan untuk melapangkan dada.

Lantas, selesaikah segala hal dengan bicara? Tak selalu begitu, namun setidaknya bicara membukakan mata pada kemungkinan-kemungkinan yang mungkin sebelumnya tertutupi oleh kekalapan dan kekalutan. Bicara menenangkan hati yang sedang galau dan melonggarkan otak yang sedang penuh. Bicara mengeluarkan berbagai macam beban dan rasa yang hampir meluap, entah itu rasa sakit atau pun rasa gembira.

Bicaralah teman, aku pun ingin bicara denganmu. Hanya saja, masalahnya kita kerap kali terlalu banyak bicara.



Jogja, Juni-Juli 2011
mensyukuri pembicaraan dan meratapi diri yang masih terlalu banyak bicara

Komentar

  1. bicara ya?
    maria, aku itu selalu kesulitan buat "bicara", jangan salah paham dulu! maria pasti udah mikir aku yang berisik, dan sering membuat tidak nyaman. nah inilah. mungkin aku sulit "bicara", karena aku terlalu banyak bergurau dan membicarakan banyak hal yang tidak penting. kalau aku yang berisik, bagiku, bukan merupakan sebuah proses "bicara", tapi "bercericau".

    Bicara, bagiku, mesti sakral. sebab melalui bicara: sebuah jalan mesti terbentang, yang retak tersambung. meskipun tidak bicara tidak harus membawa dampak seperti ini.

    tapi paling tidak, itu versiku. setiap bicara, selalu menyelesaikan sesuatu. kadang aku juga mikir: apa yang sudah ku selesaikan? (mangap-mangap dan hanya bisa bilang "ya" ketika diputus pacar) kemudian ketika lobby akan sesuatu yang berkenaan dengan urusan nyawa, atau hal yang urusannya prinsipil lainnya.

    bicara memang sangat susah. tapi bukankah tuhan mewakilkan semua itu lewat muka. sebab di sana ada mata yang lebih menjelaskan apa yang diucapkan lidah. ada pipi, yang senantiasa merona merah ketika malu, sekalipun lidah kita berkelit bila kita tidak sedang malu.

    bicara, ya. bicara. selesailah semuanya.
    sampai sampai: kabar angin.

    BalasHapus
  2. haha...makanya kubilang bicara maupun tidak efeknya bisa saja sama saja bisa saja berbeda...

    aku juga termasuk orang yang sulit bicara, tapi seiring waktu aku juga belajar bahwa ada orang-orang yang tidak mengerti jika aku tidak bicara. dan mereka ingin mengerti, maka aku pun perlu belajar bicara. :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer