sungguh-sungguh butuh menata hati

Tuhan, maafkan aku. Kejadian seperti ini ternyata harus terulang lagi untuk kedua kalinya (seingatku, entah berapa kali sebenarnya). Aku gagal dalam usahaku merendahkan hati ini, menerima kelebihan orang lain, dan menjadikannya kesempatan belajar. Kenapa hatiku begitu keras akhir-akhir ini? Kenapa aku tidak lagi bisa merasakan kelembutan sebuah hubungan yang saling menguatkan dan mendewasakan? Kenapa aku harus kehilangan waktu-waktu itu? *bahkan ketika aku menuliskan kalimat ini saja, aku masih seperti tidak ikhlas.

Kacau. Parah betul aku ini. Keras sekali hatiku, sampai-sampai kurepresentasikan dalam tingkah lakuku belakangan ini. Bahkan tanpa kesalahan, aku tetap tidak suka. Coba lihat, aku benar-benar kurang ajar, kan?

Lalu, bagaimana perasaanku kini? Aku sedih. Aku kecewa berat dengan diriku sendiri.
Aku kecewa pada diriku karena usaha belajarku menemui kegagalan dan aku tidak sungguh-sungguh berusaha mengatasinya.
Aku kecewa pada diriku yang selalu menghindari kenyataan dengan menutup mata pada kelebihan dan kebaikan orang lain.
Aku kecewa pada diriku yang merusak sendiri hubungan yang dulunya cukup hangat.
Aku kecewa pada diriku yang merasa iri.
Aku kecewa pada diriku yang tidak bisa menjawab apa yang menyebabkan ini semua terjadi.
Aku kecewa pada diriku yang ternyata (sekali lagi) kembali jadi anak-anak.

Dan aku sedih sekali karena belum bisa menemukan cara untuk mengatasi itu semua. Sedih sekali.

Aku butuh bicara. Tapi, tak tahu pada siapa yang tepat. Atau mungkin aku hanya takut dianggap kekanak-kanakan? Aku sungguh-sungguh butuh menata hatiku lagi. Rasa iri ini sudah tidak sehat. Aku tidak mau berhenti di batu sandungan kali ini. Aku akan berusaha menata hatiku lagi.


bingung dengan apa yang dirasakan, akhirnya inilah yang tumpah

Komentar

Postingan Populer