Chitato, Buavita Jeruk, dan Pantai

Wahahahahahahahahaha…..aku sedang girang gumiraaang :D!

    Baiklah…ini cerita kecil tentang sore singkat yang kulalui hari ini. Telah sejak berbulan-bulan yang lalu aku meniatkan diri ingin menjenguk kembali Pantai Panjang di Bengkulu, bahkan  ketika aku masih di Jogja. Aku hanya ingin duduk di tepiannya, menikmati angin, menonton ombak, syukur-syukur sempat menunggui matahari terbenam dan senja merahnya. Hari ini terjawab sudah doaku.

    Setelah menjalankan tugas mengantarkan ibu tercinta ke gereja, sebenarnya beliau menyuruhku menunggu saja, tapi aku malas. Aku memilih kelayapan entah ke manalah. Kesempatan ini segera aku manfaatkan dengan menyusuri tepi pantai. Ahai…tempat itu sudah banyak berubah. Jalanannya makin lebar, fasilitas publik pun diperbanyak. Sport station yang dibangun sudah selesai dan kini ramai dipenuhi orang-orang yang berolahraga, main basket maupun sepak bola. Mereka yang bersepeda pun berseliweran, ada yang bergerombol, sendirian, bahkan tandem. Tidak ada lagi pungutan liar retribusi masuk. Aah…

    Setelah bingung-bingung mau memarkir motor di mana supaya aman, aku akhirnya memutuskan untuk memarkirkannya di mal yang berdiri di seberang pantai itu persis. Daripada bengong benar-benar bengong di pantai nanti, aku memilih untuk jajan dulu. Masuklah aku ke dalam pusat perbelanjaan itu. Hati ketar-ketir, takut dikira maling. Tadi sore, aku pakai celana pendek belel, sandal jepit, dan jumper gedombrongan. Aku sebenarnya tidak terlalu peduli orang mau komentar aku tampil seperti gembel, aku hanya takut dikira mau mencuri, soalnya tanganku selalu kuselipkan di kantung depan jumper. Haha…peduli amat ah. Aku segera masuk ke supermarket dan mendatangi gerai makanan dan minuman ringan. Aku memilih Chitato dan Buavita Jeruk. Setelah membayar, aku langsung beranjak keluar menuju spot paling asik di tepi pantai dengan berjalan kaki.

    Aah…senang sekali rasanya bisa kembali ke sini. Aku duduk di dam menghadap lurus ke matahari sore. Anginnya bertiup kencang sekali. Tanpa aku sadari, aku tersenyum menikmati semuanya itu. Aku duduk di pesisir tempat aku menghabiskan banyak akhir minggu bersama teman-teman sekolah dulu. Aku memandang laut yang sama yang pernah menghanyutkan robekan-robekan bekas kartu ujian semester ketika sekolah dulu.

    Aku tidak tahu apakah orang lain juga menikmati waktu-waktu seperti yang kuhabiskan tadi. Aku hanya duduk diam di sana. Manusia terkadang terlalu banyak bicara. Aku pun manusia. Maka, aku ingin punya waktu untuk sekali-sekali tidak bicara. Hanya diam dan membiarkan semesta yang ganti berbicara. Aku membiarkan ombak yang bicara. Aku membiarkan angin yang bicara. Aku membiarkan pasir-pasir yang bicara. Aku membiarkan gumpalan awan mendung yang bicara. Aku membiarkan matahari hampir terbenam yang bicara. Biar mereka semua yang bicara, aku mau mendengarkan suaranya. Aku lelah terlalu banyak bicara.

    Aku tidak melamun, pandanganku tidak kosong. Aku melihat dan memperhatikan sekitarku. Aku lelah selama ini terlalu tak acuh dengan sekelilingku. Aku tidak memikirkan apa-apa. Aku lelah terlalu banyak memikirkan macam-macam hal. Aku tidak bersedih. Aku lelah terlalu bermelankoli ria. Aku pun tidak tertawa. Aku lelah terlalu banyak tergelak dan berguling. Aku hanya tersenyum, mengerutkan kening sesekali. Sumpah, aku tidak memikirkan apa-apa. Aku hanya diam dan mendengar semua hal di sekitarku bicara.

    Kebetulan, aku juga disapa oleh seorang kenalan di SMP yang menjadi teman di SMA. Namanya Eko Reva Miranda. Si Menko Dept. 7. Dia mengobrol denganku sekilas, bicara tentang kuliah dan teman-teman SMA.

    Sore yang asik. Syukurlah aku bahagia. :)



Bengkulu, 10 Januari 2010

Komentar

Postingan Populer