menjawab pertanyaan


“Daya tahan itu sama dengan keinginan manusia untuk hidup. Siapakah yang bisa meniadakan keinginan macam itu?”

Persis di atas kalimat tersebut saya membubuhkan kertas penanda supaya mudah bagi saya untuk menemukan kembali letakknya di balik halaman-halaman buku yang memuatnya. Kalimat itu tercantum dalam sebuah esai tulisan Romo Sindhunata berjudul ‘Pencak silat, Politik, dan Kejujuran’ yang saya kutip dari salah satu buku kumpulan esainya yang bertajuk ‘Ekonomi Kerbau Bingung’.

Buat saya, kalimat itu terasa sangat bertenaga. Tergambar di sana bahwa ada satu jenis keinginan yang tak bisa begitu saja dipupuskan oleh orang lain. Keinginan manusia untuk hidup, begitu katanya. Pertanyaan yang muncul di kalimat kedua seakan memberikan kesan bahwa tak mungkin ada yang mampu meniadakan keinginan seperti itu.

Setelah berhari-hari gelisah karena sebuah hari penting dalam hidup saya telah berlalu dan saya tak kunjung menemukan jawaban atas sebuah pertanyaan, kalimat di atas menjadi sangat membekas. Beginilah kira-kira.

Saya sering kali menemukan kata ‘keinginan untuk hidup’ atau ‘semangat untuk hidup’ di  berbagai cerita tentang seseorang yang menderita penyakit ganas yang memberinya hanya sedikit kesempatan untuk bertahan hidup. Poin dramatisnya selalu terletak pada perbandingan antara diagnosa medis yang cenderung pesimis dengan keinginan atau semangat yang optimis. Faktanya, banyak orang yang mampu pulih dari penyakit beratnya karena satu alasan: ia berjuang untuk hidup.

Maunya, saya juga mampu memahami hal tersebut tanpa perlu menderita penyakit ganas terlebih dahulu. Jika dilihat ke belakang, memang banyak masa-masa sulit yang pasti dialami semua orang. Akan tetapi, tak sedikit pula waktu-waktu yang terekam sebagai manisnya hidup. Kenangan macam inilah, yang menurut pengalaman saya, menjadi alasan untuk tidak begitu saja mencampakkan harapan untuk hari-hari yang lebih baik di tengah masa-masa yang sulit.

Ketika seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk hidup, saya membayangkan ia menggenggam keberanian yang sangat besar. Hal itu saya yakini sebab hidup memang tak pernah mudah. Maka, ketika keinginan untuk bertahan hidup itu tumbuh, saat itulah keberanian mengiringinya. Keberanian untuk tetap menjejakkan kaki di jalan di depan mata meski mungkin sulit membaca kemungkinan konsekuensi yang akan muncul. Buat saya, itu juga berarti kesederhanaan untuk berbesar hati menerima dan memahami kehidupan. Dengan kesederhanaan yang sama, mudah-mudahan tumbuh semangat untuk memperbaiki kekurangan dan tidak kapok belajar mengasihi sesama.

Semoga sungguh tak ada yang mampu meniadakan keinginan macam itu.


6 Januari 2013; 22.44
menjawab pertanyaan yang selalu terlontar setiap tanggal 3 Januari

Komentar

Postingan Populer