sore ini persis seperti hari 'mengejar merapi' kita


Sore ini persis seperti hari ‘mengejar merapi’ kita.

Kau terus berlari ke arah utara. Menerobos jalan-jalan sempit, memotong keramaian lalu lintas. Aku tak habis-habis tersenyum. Sesekali kuputar kepalamu menghadap jalan raya karena tentu akan jadi bahaya jika kau terus mengarahkan pandanganmu pada Merapi ketika kita sedang tidak menghadap utara. Terus, kau terus berlari. Enggan berhenti. Bahkan malam yang turun pun tak menghentikan lajumu mendekati Merapi. Pipiku mulai pegal tersenyum. Gedung-gedung tinggi itu menyelamatkanku dari ancaman kram sebab akhirnya kau menyerah setelah mereka menghalangi pandangan pada si cantik yang menjulang.

Kau putar arah ke selatan. Di sudut mataku tertangkap semburat oranye dan ungu yang sangat menyejukkan. Ini perjalanan yang sempurna. Matahari di sana sudah nyaris tertutup sepenuhnya oleh garis semu cakrawala. Tersisa bias warna sinarnya yang konon dicintai banyak orang sebagai salah satu suasana sendu sempurna selain rintik hujan. Tapi, aku tak merasa sendu. Aku bahagia. Ini hadiah yang hebat. Kukira aku sudah selamat dari kram, ternyata pipiku mulai pegal lagi. Aku tertawa bahagia.

“Lain kali kita akan mengejar merapi lagi,” begitu katamu.

Komentar

Postingan Populer