Tentang Kekhawatiran
Tentang menangani
kekhawatiran-kekhawatiran dalam hidup di tahap seperti ini.
Tadi sore aku
habis menjenguk rumah calon kantor baruku. Tim kantor akan pindah dalam minggu
depan. Dalam rumah yang sangat besar itu, kami akan berbagi ruang dengan
teman-teman bos yang membuka usaha kedai kopi 24 jam di lantai bawah. Kami akan
bekerja di lantai atas. Rumah itu manis sekali.
Kami memang belum
mulai ngapa-ngapain. Rencananya mulai
minggu depan kami akan menyicil kebutuhan untuk pindah kantor. Sementara itu,
lantai bawah calon rumah kantor baru itu tadi sudah ramai dengan anak-anak
muda, laki-laki semua, yang sudah mulai membersihkan, mengecat ulang perabot,
dan lain-lain. Kalau dihitung-hitung, besar sekali modal yang dibutuhkan
oleh calon kedai kopi itu. Tapi, terasa sekali bahwa hal yang menyetir semua
keberanian untuk memulai usaha-usaha ini tak lain adalah semangat kemudaan.
Yah, dari hamparan rentang umur orang-orang yang muncul di sana tadi, kutebak
semuanya masih bisa dikategorikan sebagai orang muda (walaupun mungkin mereka
sudah berkeluarga).
Ya, begitu banyak rencana, begitu banyak ide, pun begitu
banyak tenaga. Semuanya itu terasa sekali di rumah yang masih bersaput debu di
sana-sini itu.
Aku pulang setelah beberapa jam melihat-lihat di sana. Di
perjalanan menuju kos, aku melewati warung kopi langgananku hampir setiap
malam. Sejak beberapa minggu terakhir, warung kopi yang baru akan buka pukul
18.00 itu berbagi lahan juga untuk usaha lainnya yang buka sejak pagi hingga
sore.
Pecel Sarjana. Itu namanya. Yang berjualan ialah teman-teman
salah satu pemilik saham warung kopi itu semasa SMA. Seumuranku juga. Kabarnya,
mereka ini baru saja menyelesaikan pendidikan kuliah dan tentunya memboyong
gelar sarjana di ujung nama mereka. Barangkali semangat itulah yang kemudian
menggerakkan mereka untuk menamai usaha baru mereka ini: Pecel Sarjana. Aku
pernah bertemu beberapa dari mereka sebelumnya di sebuah panggung musik yang
digelar teman-teman kuliah menjelang akhir tahun lalu. Iya, para penjual pecel
ini adalah anak band juga. Grup musik
mereka ini pun sudah cukup kondang di belantara musik Yogyakarta (tsaaah).
Penampilannya? Seperti personel grup band
rock.
Nah, ketika aku melewati tempat jualan mereka tadi sore, aku
melihat mereka sedang beres-beres. Tampaknya sudah selesai jualan. Ada suara
musik terdengar dari sebuah pemutar musik yang dihubungkan ke pengeras suara.
Dan ada suara lain yang mengiringinya. Suara salah seorang pedagang pecel itu.
Kalau tidak salah dengar (maklum, aku melintasinya dalam waktu hanya kurang
lebih 10 detik), ia sedang berkaraoke lagunya Aerosmith – I Don’t Wanna Miss a Thing. Ia tengah menyanyikan salah satu bagian
dengan nada tinggi melengking. Dan ia berteriak yakin. Selang satu rumah di
sebelahnya, ada tiga orang gadis (mungkin seumuran mereka juga) sedang
duduk-duduk. Salah satunya memerhatikan si penyanyi pede itu dengan senyum
tipis (cieee, mbaknyaaa).
Sebentar, kuluruskan satu hal. Aku tidak berniat promosi
lewat tulisan ini. Ya tapi, kalau ada yang ingin mencicipi Pecel Sarjana ini mainlah
ke lokasinya Warung Kopi Lidahibu (ini juga bukan promosi, plis!) di Jl. STM
Pembangunan Mrican. Entah nomor berapa, aku tak hafal. Datanglah pagi atau
siang atau sore hari, kurang lebih begitulah jam bukanya. Aku pun tak hafal,
hehehe.
Jadi, apa sebenarnya yang mau kukatakan?
Back to the very first
line typed in this writing. Orang-orang yang kutemui sedang membereskan
calon kedai kopi mereka dan para penjual Pecel Sarjana ini membuatku mengingat
salah satu hal yang ingin kupelajari di tahun dan usiaku ini. Menangani
kekhawatiran-kekhawatiran dalam hidup.
Aku, dengan semua identitas diri yang kukenali selama ini,
kurang lebih yakin tidak akan berani melakukan apa yang dijalani oleh
orang-orang itu tadi. Membuka sebuah usaha milik sendiri atau kelompok,
mempertaruhkan modal yang tidak sedikit, berjudi dengan minat pasar dan
pesaing-pesaing yang sudah lebih dulu bergerak, dan menyerahkan diri pada
ketidakpastian soal usaha itu akan melimpahimu dengan keuntungan atau balik
modal saja atau malah merugi besar. Tapi, tahu tidak, entah kenapa gambar
penjual pecel itu bernyanyi keras di tepi jalan tadi terus-terusan menempel di
benakku. Ia tampak begitu ringan hati, sewajarnya orang yang telah selesai
bekerja.
Iya, ia tampak tak khawatir akan sesuatu. Ia sudah berusaha
dan sedang menjalaninya. Pun dengan orang-orang yang membereskan kedai kopi itu
tadi. Jalani saja. Aku tentunya tidak serta-merta berpikir demikian. Aku sangat
yakin bahwa ada kekhawatiran-kekhawatiran pula dalam kepala mereka. Mungkin
lebih besar daripada yang bisa kubayangkan. Akan tetapi, mereka tetap bergerak,
tetap berbagi ide dan semangat, tetap tertawa meski berpeluh, tetap bernyanyi
meski berlumur sambal kacang. Jadi, itu pemandangan yang indah sekali bukan?
Orang muda bergerak, bermain, memilih jalan hidup yang membuat mereka bahagia,
dan terus bekerja keras meski berurusan dengan perjudian peruntungan. Hoho.
Mereka mungkin tidak kenal siapa aku. Tapi, hari ini mereka
berarti banyak buatku. Aku yang sedang dalam pergumulan untuk menangani kekhawatiran-kekhawatiran
dalam hidup ini belajar dari mereka bagaimana caranya tertawa dan bernyanyi
dalam ketekunan bekerja dan berusaha. Kekhawatiran itu pasti selalu ada. Namun,
bukan berarti tak bisa diajak kompromi. Toh kalau terus-menerus khawatir biasanya
malah akan tambah pusing dan tak sempat melakukan apa pun.
Sabar. Belajar bersabar itu kini terasa sangat penting.
Tidak semua hal tiba-tiba jadi besar. Semua perjalanan pasti dimulai dengan langkah pertama. Memulai dari awal.
Nanti di tengah jalan pun pasti akan terjepit, entah persisnya di mana. Pasti
sempat pusing dan tegang karena harus berhitung ketat untuk hidup. Terkadang
harus berutang, kali lainnya harus membantu orang lain. Sekali waktu bisa
memanjakan diri dan jiwa, di kesempatan lainnya harus merelakan sesuatu yang
disayangi.
Tidak, buatku tidak klise. Demikianlah. Seorang teman
lainnya pernah berkata, “Perjalanannya panjang. Harus sabar. Optimis bernapas
panjang.” Hahaha. Aku sepakat. Jadi, khawatir sesekali itu perlu. Menanganinya
itu tak kalah penting.
Selamat malam minggu!
akhir minggu yang
tenang
Komentar
Posting Komentar