Aku Mengasihinya
Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar daripada Aku.
Yohanes 14: 28b
ini kutipan Injil kemaren. yah, lai-lai aku akan bicara soal seseorang yang beitu kucintai, seseorang yang membekaskan rindu dalam tiap malamku.
kutipan di atas adalah perkataan Yesus sebelum ia meninggalkan murid-muridnya untuk mati di kayu salib demi menebus dosa anak-anak-Nya. ya, Yesus sempat meninggalkan pemahaman bagi para rasul agar mereka tidak menyesali kepergiannya meski biar bagaimana pun air mata sedih akan selalu berulir ketika seseorang yang kita kasihi harus meninggalkan kita. para murid dikuatkan oleh kata-kata itu.
lalu, bagaimana denganku? saat-saat ini 3 tahun yang lalu, aku menghabiskan masa-masa sulit dalam hidupku. baru saja berusia 15 tahun, begitu besar luka yang harus kutahan perihnya. 2 bulan penuh orang tuaku meninggalkan rumah untuk menjalani pengobatan. 2 bulan itu pula aku hanya tinggal dengan adik dan mbakku. aku diserahi tanggung jawab untuk mengelola keuangan rumah tangga selama orang tuaku pergi. aku baru 15 tahun, aku menghabiskan setiap malam 2 bulan penuh itu dengan novena tanpa henti. inilah masa devosiku yang paling mengagumkan. tak lain dengan intensi untuk kesembuhan dan jalan terbaik. 2 bulan itu pula air mataku selalu tertumpah sebelum aku mampu memejamkan mata. yang aku bisa hanya mendengarkan suara yang kian hari kian melemah, entah, tak terbayangkan olehku bagaimana keadaannya yang sesungguhnya. hingga akhirnya aku hanya mampu menumpahkan semua gundahku pada mereka yang kupanggil sahabat. ketika tiba waktunya aku dapat menjenguk sosok cinta dalam hidupku itu, aku tak menyiapkan hati. aku menghindari semua pikiran buruk yang ada demi mengurangi rasa sakit. aku harus kuat, aku berjanji untuk tak menangis di hadapannya. nyatanya, aku bukan batu karang seperti kelihatannya. aku hanya moluska bercangkang keras namun dengan isi yang lunak tak berdaya. tumpah lagi air mata, seperti malam-malam sebelumnya. aku berharap aku mampu jadi gadis dewasa yang menguatkannya, nyatanya tetap saja aku seorang bocah di hadapannya. seperti tahun-tahun berlalu, ia tak mau menyaksikan aku menangis. hingga hari ini aku masih mampu mengingat bagaimana persisnya ia mengusap air mataku sementara tubuhnya lemah sekali. tak disempatkannya wajah lemah dan sakit tergambar , ia selalu mau jadi humoris di mata anak-anaknya. dan itulah tawa pertama dan terakhirnya selama 2 bulan itu. bagaimana bisa aku tahan memandangi tubuhnya yang kurus dan sakit itu, hingga kini aku tak mengerti. selama 2 bulan itu aku dibohongi, hanya denan tujuan untuk tidak membuatku terbebani dengan pikiran itu. marahkan aku? tidak, sama sekali tidak. aku mengerti, ada beban yang lebih besar yang harus ditanggung wanita pujaanku itu. aku merasa tak patut marah, dia -tak lain- hanya ingin aku bahagia. berapa lama aku diberi waktu untuk menyiapkan diri? hanya semalam. lebih tepatnya beberapa jam. semua prediksi buruk yan pernah terlintas malam itu berebutan memenuhi otakku. menangis lagi. untungnya tak lagi lama. aku hanya diberi waktu semalam untuk melepas rinduku. aku hanya punya 1 malam untuk menyiapkan hati. pernahkah kubaca firman di atas sebelum hari itu? belum pernah, aku hanya mengerti konsep: Tuhan itu baik. syukurlah aku mampu bertahan dengan keyakinan (yang dipandang sangat sangat abstrak bagi sebaian orang) itu. dan akhirnya, dia memang pergi. aku berusaha berada di sisinya ketika waktunya hampir tiba. kubisikkan doa-doa di telinganya. semangat dan cinta semua tumpah ruah. aku tak lagi menangis. aku tahu dia mau pergi (setelahnya baru aku tahu, berat pada awalnya bagi dia untuk menerima hal itu, namun pada akhirnya ia mampu ikhlas). perjuangan selanjutnya harus kujalani tanpanya. apa pun yang terjadi, tanpanya.
hari ini aku menyadari aku telah mampu bertahan begini kuat, meskipun air mata masih saja sering terurai di kala tertentu saat kenangan tentangnya mendesak kepentingan lainnya. aoa yang aku tangisi? tak lebih dari egoku sendiri yang mengkhawatirkan apa yang akan terjadi padaku jika dia pergi. ia sudah sembuh. dengan kepergiannya, semua sakit dan penderitaannya diangkat sehingga ia bisa pulang kepada Dia yang memiliki segalanya. Dia yang lebih besar daripada manusia. aku begitu mengasihinya Tuhan, aku mencintainya sepenuh hati. maka, aku melepaskannya dengan sukacita, terimalah dia. aku tahu hidup tanpanya memanf terasa lebih berat. tapi, bukankah pada akhirnya aku pun juga harus mengusahakan hidupku sendiri? semua orang pun harus berjuang keras untuk hidupnya. dia telah lebih dahulu berjuang sangat keras untuknya, untukku, untuk semua cinta dalam hidupnya. bukankah pantas baginya untuk mendapatkan waktu istirahat? kin iwaktuku, untuk ganti berjuang keras, untukku, untuknya, dan untuk semua cinta dalam hidupku. inilah caraku untuk mengasihinya, aku mau berjuang untuk kebahagiaan dan kebanggaanya.
rindu yang bercokol tiap saat kutebas dengan berdaras doa. entah bagaimana hancurnya aku tanpa doa-doa itu (ini subyektif dan fakta BAGIKU). rindu ini mengajarikau beberapa hal. pertama, rindu itu menimbulkan perih. butuh kemampuan lebih untuk mengobatinya. kedua, rindu itu candu. meski aku tahu itu sakit, aku tetap menumpuk rindu itu. mungkin ini penyakit klise banyak orang ketika berhadapan dengan cintanya, "berkubang dalam rasa kasihan pada diri sendiri". pelajaran ketiga, rindu ini menyemangatiku. itulah mengapa aku menumpuknya. aku mau terus berjuang. dengan merasakan rindu padanya, aku diingatkan akan cita-citanya yang selalu ingin kuusahakan sekuat tenaga. ia pergi bukan untuk menyaksikan aku hancur. ia tahu aku sudah cukup mampu melanjutkan hari tanpanya. tanggung jawab lagi. di awal tulisan ini, aku menyesali usiaku yang masih muda (menurutku) untuk diserahi tanggung jawab begini besar. dan sekarang aku malu. aku tahu dan pernah menyaksikan, mereka yang belum lagi 10 tahun harus berjuang lebih berat daripada aku. 15 tahun, masih mudakah itu? apa yang aku harapkan? kemanjaan hingga tua? maaf, tidak.
aku mengasihinya Tuhan. terima kasih untuk memanggilnya pulang. aku mau tumbuh jadi kuat. aku mau berjuan. rindu ini, biarkanlah tetap hidup di hati. bila sakit dan menimbulkan luka, aku tahu ke mana harus berlari mencari kesembuhan.
"'Cause I miss you, body and soul so strong and it takes my breath away.
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today.
'Cause I love you whether it's wrong or right.
You know I can't be with you tonight, but you know my heart is by your side..." -daniel beddingfield-
hari ini aku menyadari aku telah mampu bertahan begini kuat, meskipun air mata masih saja sering terurai di kala tertentu saat kenangan tentangnya mendesak kepentingan lainnya. aoa yang aku tangisi? tak lebih dari egoku sendiri yang mengkhawatirkan apa yang akan terjadi padaku jika dia pergi. ia sudah sembuh. dengan kepergiannya, semua sakit dan penderitaannya diangkat sehingga ia bisa pulang kepada Dia yang memiliki segalanya. Dia yang lebih besar daripada manusia. aku begitu mengasihinya Tuhan, aku mencintainya sepenuh hati. maka, aku melepaskannya dengan sukacita, terimalah dia. aku tahu hidup tanpanya memanf terasa lebih berat. tapi, bukankah pada akhirnya aku pun juga harus mengusahakan hidupku sendiri? semua orang pun harus berjuang keras untuk hidupnya. dia telah lebih dahulu berjuang sangat keras untuknya, untukku, untuk semua cinta dalam hidupnya. bukankah pantas baginya untuk mendapatkan waktu istirahat? kin iwaktuku, untuk ganti berjuang keras, untukku, untuknya, dan untuk semua cinta dalam hidupku. inilah caraku untuk mengasihinya, aku mau berjuang untuk kebahagiaan dan kebanggaanya.
rindu yang bercokol tiap saat kutebas dengan berdaras doa. entah bagaimana hancurnya aku tanpa doa-doa itu (ini subyektif dan fakta BAGIKU). rindu ini mengajarikau beberapa hal. pertama, rindu itu menimbulkan perih. butuh kemampuan lebih untuk mengobatinya. kedua, rindu itu candu. meski aku tahu itu sakit, aku tetap menumpuk rindu itu. mungkin ini penyakit klise banyak orang ketika berhadapan dengan cintanya, "berkubang dalam rasa kasihan pada diri sendiri". pelajaran ketiga, rindu ini menyemangatiku. itulah mengapa aku menumpuknya. aku mau terus berjuang. dengan merasakan rindu padanya, aku diingatkan akan cita-citanya yang selalu ingin kuusahakan sekuat tenaga. ia pergi bukan untuk menyaksikan aku hancur. ia tahu aku sudah cukup mampu melanjutkan hari tanpanya. tanggung jawab lagi. di awal tulisan ini, aku menyesali usiaku yang masih muda (menurutku) untuk diserahi tanggung jawab begini besar. dan sekarang aku malu. aku tahu dan pernah menyaksikan, mereka yang belum lagi 10 tahun harus berjuang lebih berat daripada aku. 15 tahun, masih mudakah itu? apa yang aku harapkan? kemanjaan hingga tua? maaf, tidak.
aku mengasihinya Tuhan. terima kasih untuk memanggilnya pulang. aku mau tumbuh jadi kuat. aku mau berjuan. rindu ini, biarkanlah tetap hidup di hati. bila sakit dan menimbulkan luka, aku tahu ke mana harus berlari mencari kesembuhan.
"'Cause I miss you, body and soul so strong and it takes my breath away.
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today.
'Cause I love you whether it's wrong or right.
You know I can't be with you tonight, but you know my heart is by your side..." -daniel beddingfield-
Rabu, 5 Mei 2010
23.02
Komentar
Posting Komentar